kauselaludihatiku

apa yang terkirim dari-Nya; orang-orang terbaik dan tercinta, yang mengkhianati, jalan hidup, saat-saat sulit, kebahagiaan, dan semua yang menghampiri dalam hidupku, hingga ke hal-hal yang remah, adalah nikmat untuk dikenang, diresapi, dihayati, dan ditangkap moment-moment puitiknya; untuk disimpan dalam hati. untuk segala itu; kauselaludihatiku.

My Photo
Name:

lelaki, majalengka-tiga dekade silam, jakarta.

Wednesday, March 09, 2005

cinta juga yang memanggil mereka melaut...

sadeng. pantai dengan dermaga kecil tempat sandar kapal-kapal penangkap ikan. terletak di di ujung selatan kabupaten gunung kidul. tak terlalu ramai memang. dan untuk mencapai tempat ini, aku harus melewati perjalanan panjang dengan tanjakan serta turunan curam, juga beberapa rute lurus diapit rindang pepohonan, selebihnya, jalan sempit berkelok menembus hutan dan padang perdu ilalang.

sambutan pertama di tempat ini; adalah hiruk tempat pelelangan ikan, beberapa warung menawarkan kelapa muda segar, dan, tentunya, bau amis ikan. sepoi angin maret yang kering dan bergaram, semakin menegaskan aroma pantai. bukankah ini yang kau cari, pengembara?

---

aku tak sabar segera ingin mendekat ke dermaga. terlihat ada beberapa kapal kayu yang menambatkan sauhnya setelah pulang melaut. beberapa laki-laki kekar dengan kulit legam terbakar, tampak cekatan memilih-milih hasil tangkapan; cucut, kerapu, baronang, bahkan pari hantu. sepertinya tak terlalu melimpah. sebagian nelayan yang lain, tampak memeriksa jala ikan. beberapa bagian yang robek, ditandai dengan tali rapia merah untuk segera diperbaiki. meski terlihat guratan letih, mereka mengerjakannya dengan riang.

seorang lelaki dengan rambut keperakan di kepalanya, sibuk melipat layar. kemudian ia mengikatkan lipatannya pada tiang layar. sebatang rokok kretek mengepul di mulutnya. dengan hati-hati, aku loncat dari dermaga menuju kapal itu. mendekatinya.

:: nuwun sewu, hasilnya banyak pak?
= nggih lumayan, nak. sekarang memang bukan musim ikan sih. tapi, alkamdulillaah, rejeki kami masih ada.
:: memang biasanya dapet banyak gitu pak?
= ya kalo lagi musim ikan, kami bisa dapet lima sampai sepuluh kali lipat dari ini. yang penting untuk hari ini kami masih bisa bawa ikan.
:: tapi gak sebanding sama capeknya ya pak? (aih, bodoh sekali pertanyaan ini!)
= lho, ya ndak begitu nak. kami kan pergi melaut tidak tau hasilnya nanti seperti apa. kalo masalah capek, kerja ya memang pasti capek toh, nak. yang penting kita ikhtiar. toh, bukan kami yang menanam benih ikan di laut; bukan kami pula yang menyediakan mereka jutaan makanan; angin yang membantu kami, bukan kami pula yang menggerakkan. jadi untuk apa mengutuk hasil tangkapan? semua sudah ada yang atur. jadi, jangan sekali-kali mengutuk hasil tangkapan, meski itu sedikit. yang pasti harus selalu disyukuri. Gusti Allah ingkang maringi sedhoyo kok...

aku terkisap. seolah-olah, selain angin laut, sepertinya ada sesuatu yang menampar-namparku. ucapan bapak nelayan tadi ! lihatlah, betapa bersahajanya mereka. betapa sangat santunnya mereka terhadap kehidupan dan rejeki yang menghidupi mereka. padahal, untuk mendapatkannya, mereka harus bersiap mengarungi gelombang yang senantiasa kapan saja bisa mengantarkan mereka ke pintu maut. mereka harus mengusung terik matahari di ubun-ubun mereka, cerdik menerka cuaca, atau membaca isyarat bintang sebagai panduan arah pulang. sebuah pekerjaan yang teramat berat, namun pada saat hasil yang didapatkan tak seberapa, mereka tak mengeluh; terlebih mengutuknya.

ah, kita yang di sini, yang punya kemudahan dalam mendapat rejeki, kerap kali tak memiliki kebersahajaan dan kesantunan mereka. meski kita tak harus pergi melaut, meniti hempasan ombak, atau terbakar terik matahari; kita sering pongah dan tak merasa puas dengan yang kita dapatkan.

seringkali kita kehilangan cinta dalam bekerja. tidak seperti mereka, sebab cinta pula yang selalu memanggil mereka untuk pergi melaut...

0 Comments:

Post a Comment

<< Home