kauselaludihatiku

apa yang terkirim dari-Nya; orang-orang terbaik dan tercinta, yang mengkhianati, jalan hidup, saat-saat sulit, kebahagiaan, dan semua yang menghampiri dalam hidupku, hingga ke hal-hal yang remah, adalah nikmat untuk dikenang, diresapi, dihayati, dan ditangkap moment-moment puitiknya; untuk disimpan dalam hati. untuk segala itu; kauselaludihatiku.

My Photo
Name:

lelaki, majalengka-tiga dekade silam, jakarta.

Monday, October 18, 2010

Bermimpi DiundangNya

masih selalu terekam di benak sebuah tebak-tebakan waktu kecil ; "naik apa yang enggak bisa turun ?" dengan terkekeh pasti jawabannya; "naik haji !".

Bagi kaum mukmin, naik haji lebih dari sekedar ritual ibadah, bisa jadi ia adalah sebuah kerinduan, sekaligus sebuah panggilan untuk melengkapkan rukun islam.Berhaji bukan sekedar berkumpul di Masjidil Haram, mengitari Ka'bah, atau melempar jumrah di padang arofah. Naik haji bukan saja sebuah perjalanan fisik melintasi benua, menyeberangi samudara luas semata. Naik haji bukan sekedar menabung keping demi keping rupiah sehingga terkumpul sejumlah nominal yang bisa ditukarkan dengan ONH. Naik haji lebih dari sekedar itu.

Bagi yang belum pernah, naik haji adalah kerinduan. dan bagi mereka yang di depan namanya sudah berhak ditulis huruf capital "H", naik haji juga sebuah kerinduan untuk datang lagi ke baitullaah. beberap orang yang sudah naik haji bilang, mekkah selalu dirindukan untuk kembali diziarahi. ada magnet luar biasa yang membuat seseorang selalu ingin kembali datang ke sana.

Buat sebagian yang beruntung, mereka bisa bolak-balik tiap tahun untuk naik haji. Akan tetapi buat yang tidak beruntung, haji bisa jadi cuma impian yang nyaris mustahil jadi kenyataan. Besarnya keinginan dan kerinduan untuk naik haji, terkadang terhalang oleh besarnya ONH yang harus ditebus. Menabung menjadi andalan, tapi entah untuk berapa tahun agar bisa pundi-pundinya penuh dan bisa mengantar berangkat ke tanah suci. Buat yang kurang beruntung, cukup hanya dengan menggantungkan poster masjidil haram di ruang tamu, atau mushola mungil di rumah, sambil berhayal suatu saat bisa jadi tamu Allah.

Pada saat pemberangkatan naik haji, banyak orang yang pergi mengantar. Entah itu cuma sampai alun-alun kabupaten, sampai asrama haji, atau sampai ke gate departure bandara, dan memandangi rombongan jamaan terbang bersama burung besi raksasa. Terkadang barang bawaan mereka yang mengantar jamaah berangkat haji, sama banyaknya dengan bekal bawaan calon haji itu sendiri.

Suatu ketika, di suatu musim haji, ada tetangga di Majalengka ada yang berangkat ke tanah suci. Persiapan keberangkatannya, rame luar biasa. Dari mulai ngaji yasinan, keluar masuk tamu yang ngasih doa restu, sampe pemberangkatan ke pondok gede. Beberapa pengantar yang telah berusia tua, tampak siap-siap dengan bekalnya. Ada rantang, ada termos air, kue-kue kering, lontong, telor asin, dan segala kudapan lainnya. Bagi yang ikut sampe asrama haji, mereka juga udah menyiapkan obat anti mabuk perjalanan, minyak angin, dan kipas dari bambu sebagai air conditioner di jalan. Semua disiapkan dengan cermat.

Tergelitik, aku mencoba bertanya kepada mereka, apa sih motivasi nganterin ke asrama haji? Toh banyak pihak yang sudah siap sedia dengan segala panitia dan posko haji. Jadi kenapa harus repot-repot nganter mereke ke sana ?
Lalu, bibir lugu mereka memberi jawaban sederhana: “Anggap saja kami yang pergi ke sana. karena kami begitu merindukan untuk bisa sampai ke Mekkah.”

Ah, keterbatasan mereka yang membuat sedemikian menganalogikan bahwa mengantar jamaah haji aaja adalah sebuah perjalanan yang mampu memenuhi kerinduan mereka. Mereka yang secara materi tidak beruntung mampu membayar ONH, ternyata memiliki semangat luar biasa untuk bisa naek haji. Mereka juga bilang, siapa tahu Alloh SWT mencatat pahala mengantar jemaah haji, akan sama dengan pahala naik haji itu sendiri. Mereka berharap para jamaah juga menyampaikan doa-doa para pengantar di Ka'bah kelak. Mereka mungkin menganggap jamaah haji itu sebagai utusan, sebagai kurir doa, karena mereka tak mampu menempuh perjalanan itu sendiri. Dan mereka berharap, siapa tahu tahun depan, atau entah kapan, mereka bisa memenuhi undangan Allah tersebut...

Aku hanya diam, dan lambat laun merindukan hal yang sama, disambutNya di Baitulloh sebagai tamu Alloh SWT.

Labbaik kala Allahumma Labbaik....