kauselaludihatiku

apa yang terkirim dari-Nya; orang-orang terbaik dan tercinta, yang mengkhianati, jalan hidup, saat-saat sulit, kebahagiaan, dan semua yang menghampiri dalam hidupku, hingga ke hal-hal yang remah, adalah nikmat untuk dikenang, diresapi, dihayati, dan ditangkap moment-moment puitiknya; untuk disimpan dalam hati. untuk segala itu; kauselaludihatiku.

My Photo
Name:

lelaki, majalengka-tiga dekade silam, jakarta.

Monday, March 14, 2005

masih ada yang lapar

...8 dari 16 kabupaten/kota di ntt, terancam krisis pangan...

katanya, kemarau lebih dulu singgah di sana. sudah lama curah hujan begitu rendah, sehingga ilalang meradang, bulir-bulir padi mengempis, umbi dan ketela tak lagi bisa diharapkan. dan baru saja kulihat di halaman muka sebuah surat kabar terkemuka; foto rumah kayu beratap seng, tanah tandus kerontang, dan siang yang benderang karena terik matahari di nusa tenggara sana. gambar itu, mengabarkan kepadaku, tentang kedukaan, tentang ancaman kelaparan.

pagi ini, di meja kerja, beberapa potong butter croissant, sedikitpun tak membuatku berselera...

Friday, March 11, 2005

in memoriam; ibu.

bangsal itu cuma kelas dua. dengan tiga tempat tidur yang masing-masing hanya dipisahkan selembar tirai kain. jika salah satu pasien mengerang kesakitan, tentulah akan terdengar oleh pasien lain dalam bangsal tersebut. tapi mau apa, tak ada pilihan lain.

sudah lewat dua puluh hari ibu tergolek lemah di ranjang perawatan. berjuang melawan kanker rahim stadium tiga yang menyerangnya. kami sudah lupa mencatat, berapa botol infus bergantian menyuplai makanan ke tubuh ibu. kami sudah tak ingat, berapa butir tablet, berapa labu darah, atau berapa kantung kateter yang ibu habiskan. dan ibu tak pernah berhenti berjuang. yang kami ingat, bibir ibu tak pernah berhenti menyebutNya. yang tak akan pernah kami lupa, ibu selalu mengingatkan kami untuk segera sholat atau makan. ibu masih berusaha sekuat tenaga memperhatikan orang-orang disekelilingnya.

bergantian kami menjaga ibu; menyuapi, menyeka butiran keringat di keningnya, atau mengubah posisi tidur jika ibu sudah merasa pegal. kami tau, ibu selalu mencoba menyembunyikan apa yang ia rasakan. sekuntum senyum selalu terhias di bibir keriputnya. dan setiap rintihan, selalu ibu suarakan dengan dzikir padaNya. selalu begitu. dari hari ke hari.

pagi itu, 11 maret 2003, terasa lebih dingin dari hari sebelumya, mungkin karena sisa hujan semalam. namun ibu terlihat lebih cantik dan berseri (ibu sempat meminta rambut berubannya disisir rapi). lalu seperti biasa, kami pamit untuk segera berangkat kerja. dan seperti biasa pula, ibu berbisik di telinga kami; ayo berangkat, nanti kalian kesiangan.

---

@ ruang meeting, jam 10.25 wib

ada telpon untukku di ekstensi 1244. penting, katanya. aku bergegas keluar, ada kecamuk luar biasa di dada. mungkinkah ibu?. agak gugup dan gemetar aku menerima gagang telpon.
:: halo...
= halo, pak bambang? saya hani, teman kantornya widuri. ibunya widuri tadi wafat jam 10 seperempat. sekarang widuri masih di sini, nanti kami ke rumahsakit. nunggu widuri siuman dulu...

tiba-tiba, dunia seperti kehilangan seluruh warnanya!

---

hari ini, dua tahun yang lalu, ibu benar-benar pergi. kepergian terakhir tanpa kami ada di dekatnya. hari ini, kami mengenangnya dengan sebaris doa yang kami kirimkan meski jauh dari pusaranya. doa yang dikirim dengan kerinduan luar biasa akan kehadirannya di rumah kami. memimpikan sepasang tangan hangatnya, mengelus lembut calon cucunya, yang tengah bersemayam di rahim putri tercintanya; yang sekarang menjadi istriku !

Ummi, tanah merah basah itu sudah lama mengering, seperti juga air mata kita. tapi aku yakin, ibu selalu ada di tengah-tengah kita.

seperti saat-saat di bangsal kelas dua...

Wednesday, March 09, 2005

cinta juga yang memanggil mereka melaut...

sadeng. pantai dengan dermaga kecil tempat sandar kapal-kapal penangkap ikan. terletak di di ujung selatan kabupaten gunung kidul. tak terlalu ramai memang. dan untuk mencapai tempat ini, aku harus melewati perjalanan panjang dengan tanjakan serta turunan curam, juga beberapa rute lurus diapit rindang pepohonan, selebihnya, jalan sempit berkelok menembus hutan dan padang perdu ilalang.

sambutan pertama di tempat ini; adalah hiruk tempat pelelangan ikan, beberapa warung menawarkan kelapa muda segar, dan, tentunya, bau amis ikan. sepoi angin maret yang kering dan bergaram, semakin menegaskan aroma pantai. bukankah ini yang kau cari, pengembara?

---

aku tak sabar segera ingin mendekat ke dermaga. terlihat ada beberapa kapal kayu yang menambatkan sauhnya setelah pulang melaut. beberapa laki-laki kekar dengan kulit legam terbakar, tampak cekatan memilih-milih hasil tangkapan; cucut, kerapu, baronang, bahkan pari hantu. sepertinya tak terlalu melimpah. sebagian nelayan yang lain, tampak memeriksa jala ikan. beberapa bagian yang robek, ditandai dengan tali rapia merah untuk segera diperbaiki. meski terlihat guratan letih, mereka mengerjakannya dengan riang.

seorang lelaki dengan rambut keperakan di kepalanya, sibuk melipat layar. kemudian ia mengikatkan lipatannya pada tiang layar. sebatang rokok kretek mengepul di mulutnya. dengan hati-hati, aku loncat dari dermaga menuju kapal itu. mendekatinya.

:: nuwun sewu, hasilnya banyak pak?
= nggih lumayan, nak. sekarang memang bukan musim ikan sih. tapi, alkamdulillaah, rejeki kami masih ada.
:: memang biasanya dapet banyak gitu pak?
= ya kalo lagi musim ikan, kami bisa dapet lima sampai sepuluh kali lipat dari ini. yang penting untuk hari ini kami masih bisa bawa ikan.
:: tapi gak sebanding sama capeknya ya pak? (aih, bodoh sekali pertanyaan ini!)
= lho, ya ndak begitu nak. kami kan pergi melaut tidak tau hasilnya nanti seperti apa. kalo masalah capek, kerja ya memang pasti capek toh, nak. yang penting kita ikhtiar. toh, bukan kami yang menanam benih ikan di laut; bukan kami pula yang menyediakan mereka jutaan makanan; angin yang membantu kami, bukan kami pula yang menggerakkan. jadi untuk apa mengutuk hasil tangkapan? semua sudah ada yang atur. jadi, jangan sekali-kali mengutuk hasil tangkapan, meski itu sedikit. yang pasti harus selalu disyukuri. Gusti Allah ingkang maringi sedhoyo kok...

aku terkisap. seolah-olah, selain angin laut, sepertinya ada sesuatu yang menampar-namparku. ucapan bapak nelayan tadi ! lihatlah, betapa bersahajanya mereka. betapa sangat santunnya mereka terhadap kehidupan dan rejeki yang menghidupi mereka. padahal, untuk mendapatkannya, mereka harus bersiap mengarungi gelombang yang senantiasa kapan saja bisa mengantarkan mereka ke pintu maut. mereka harus mengusung terik matahari di ubun-ubun mereka, cerdik menerka cuaca, atau membaca isyarat bintang sebagai panduan arah pulang. sebuah pekerjaan yang teramat berat, namun pada saat hasil yang didapatkan tak seberapa, mereka tak mengeluh; terlebih mengutuknya.

ah, kita yang di sini, yang punya kemudahan dalam mendapat rejeki, kerap kali tak memiliki kebersahajaan dan kesantunan mereka. meski kita tak harus pergi melaut, meniti hempasan ombak, atau terbakar terik matahari; kita sering pongah dan tak merasa puas dengan yang kita dapatkan.

seringkali kita kehilangan cinta dalam bekerja. tidak seperti mereka, sebab cinta pula yang selalu memanggil mereka untuk pergi melaut...

Wednesday, March 02, 2005

dua jam sebelum bbm naik

Cinta, tunggu Ummi di halte, seperti biasa. sekarang baru jalan dari acacia.

sebaris kabar terbaca di layar alcatel tuaku. sebuah permintaan yang aku tak bosan memenuhinya. terbayang, seorang perempuan bekerudung tengah mengandung, pulang malam-malam, dengan menggendong tas punggung dan bungkusan lain di tangannya. ia pasti teramat letih dan penat setelah seharian bekerja. terbayang guratan wajah menahan kantuk itu, Ummiku.

sepasang remaja, saling bergelayut manja di halte itu. aku berusaha tak mengusik mereka dengan mengambil jarak yang agak jauh, paling tidak, agar tak terdengar apa yang mereka obrolkan. halte ini sudah lama tak berlampu. remang. gerimis tipis jatuh, meski sebentar namun sanggup memberi rasa sejuk. sudah jam sembilan malam lewat sepuluh, mungkin sebentar lagi Ummi datang.

sambil menunggu, aku mengamati ruas jalan. membunuh waktu dengan mencoba menghitung volume kendaraan dalam tiap satu menit. fantastis ! aku mencatatnya rata-rata mencapai 65 kendaraan roda empat dan angka lebih banyak untuk sepeda motor per menitnya. terbayang jakarta yang luas ini. ini baru ruas soegiono, tepi jakarta timur pula. dan jika kita mau menghitungnya, bayangkan, berapa kendaraan yang beroperasi di jakarta ini, berapa pula jumlah bahan bakar yang dikonsumsi per harinya ?

aku terhenyak. sudah jam sepuluh malam. dua jam lagi petinggi negeri ini bersiap menaikkan harga bahan bakar minyak. berita tadi pagi di koran mengabarkan, bahwa besok, atau kelak entah kapan, masyarakat akan turun ke jalan jika rencana ini benar-benar diwujudkan. aku juga merasakan kekhawatiran yang sama; tentang harga-harga yang ikut melambung, tentang penyimpangan dana kompensasi subsidi, tentang semakin berkurangnya sumberdaya minyak dan gas bumi, tentang pemutihan utang pelaku bisnis curang, dan tentang-tentang lainnya. hidup tak akan lebih mudah dari hari sebelumnya.

dua jam sebelum bbm naik, aku tak mengantri di spbu (untuk apa? yang kami miliki hanya sepeda bmx saja), melainkan menunggu di halte gelap ini. menunggu seseorang yang menjadi 'sumber semangat tak berkesudahan'ku. seorang pasangan jiwa yang mampu merawat optimisme dalam hidupku. seseorang yang membuat aku merasa kuat melewati hidup, sekeras apapun keadaannya, sesulit apapun rintangannya.

malam ini, aku tak sedang menunggu bbm dengan harga baru. aku hanya menunggu Ummiku !